Sabtu, 27 Maret 2021

 RELEVANSI TEKNOLOGI DALAM PENDIDIKAN  

Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia secara umum dan mutu pendidikan tinggi bisa dilihat dalam 2 perspektif. Pertama perspektif Makro, yakni banyak faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan, diantaranya faktor kurikulum, kebijakan pendidikan, fasilitas pendidikan, aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia pendidikan. Kedua perspektif mikro atau tinjauan secara sempit dan khusus, faktor dominan yang berpengaruh dan berkontribusi besar terhadap mutu pendidikan ialah guru yang professional dan guru yang sejahtera.

Dan peningkatan mutu atau kualitas pembelajaran merupakan inti dari reformasi pendidikan di Negara manapun. Hal ini disebabkan oleh asumsi bahwa, peningkatan mutu sekolah yang memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan nasional, tergantung pada kualitas pembelajaran. Namun, peningkatan kualitas pembelajaran sangat bersifat kontekstual, sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial dan kultur sekolah dan lingkungannya. Berbagai penelitian menunjukkan bagaimana pentingnya kondisi lingkungan sekolah mempengaruhi kualitas pembelajaran dan kesemuanya bermuara pada suatu pernyataan apabila ingin meningkatkan kualitas pembelajaran, kualitas sekolah sebagai satu kesatuan di mana pembelajaran berlangsung harus ditingkatkan

Oleh karenanya mutu pendidikan diupayakan dengan segala upaya agar mutu pendidikan semakin meningkat, sehingga output atau lulusan pendidikan bisa memiliki kualitas yang baik dan mampu bersaing di era saat ini yakni era industry 4.0. Dan salah satu bentuk upaya untuk menjaga mutu pendidikan dengan jalan melalui teknologi pendidikan. Hal ini diperlukan karena ketika bicara output atau lulusan pendidikan, maka tertuju pada bagaimana proses belajar mengajarnya di kelas 

Berkenaan hal tersebut cara yang tepat untuk mewujudkan belajar mengajar yang baik dengan jalan melalui pendekatan teknolgi pendidikan. Dengan teknolgi pendidikan akan bisa dicarikan akar permasalahan dan solusi mengatasi permasalah tersebut.

Berkenaan dengan tersebut artikel ini akan menguraikan dan menganalisis kaitannya relevansi teknologi pendidikan dan mutu pendidikan, sehingga bisa diambil pemahaman yang lebih komprehensif berkenaan dengan relevansi teknologi pendidikan dan mutu pendidikan

 

1.   Teknologi Pendidikan

 

a.           Teknologi

 

Menurut beberapa pendapat, bahwa teknologi dipahami hanyalah sepanjang menyangkut soal permesinan. Selama ini kita menganggap bahwa teknologi memang sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Kita terbiasa dan cenderung menganggap teknologi sebagai peralatan dan berkaitan dengan mesin, komputer dan serba elektronik. Padahal arti teknologi sangat luas dan tergantung peran teknologi itu sendiri bagi manusia.

Finn (1960) seperti yang dikutip oleh Gentry menyatakan, “selain diartikan sebagai mesin, teknologi bisa mencakup proses, sistem, manajemen, dan mekanisme pantauan; baik manusia itu sendiri atau bukan, serta secara luas, cara pandang terhadap masalah berikut lingkupnya, tingkat kesukaran, studi kelayakan, serta cara mengatasi masalah secara teknis dan ekonomis.

Dalam hal yang sama, ia mengutip pula konsep Simon (1983) “teknologi sebagai disiplin rasional, dirancang untuk meyakinkan manusia akan keahliannya menghadapi alam fisik atau lingkungan. Pemikiran Sattler tidak jauh berbeda dengan Finn dan Simon. Ia mengutip asal katanya-techne dalam bahasa Yunani, dengan makna seni, kerajinan tangan, atau keahlian. Kemudian ia menerangkan bahwa teknologi bagi bangsa Yunani kuno diakui sebagai suatu kegiatan khusus, dan sebagai pengetahuan. Menurut Paul Saettler (1968) selain mengarah pada permesinan, teknologi meliputi proses, sistem manajemen dan mekanisme kendali manusia dan bukan manusia.

Pendapat Saettler Ini mengacu pada konsep Mitcham. Ia mencantumkan uraian Aristoteles tentang techne sebagai penerapan (ilmu) pengetahuan sistematis agar menghasilkan kegiatan (manusia) yang baik. Pendapat Heinich, Molenda, dan Russell (1993) memperkuat asumsi sebelumnya. Menurut mereka, “teknologi merupakan penerapan pengetahuan yang ilmiah, dan tertata. Teknologi sebagai suatu proses atau cara berpikir bukan hanya produk seperti computer, satelit dan sebagainya. Ketiga pakar ini membedakan antara teknologi yang menggunakan perangkat lunak (soft technology) dengan teknologi yang menggunakan perangkat keras (hard technology). Selain itu, mereka menyatakan “teknologi sebagai suatu pengetahuan diterapkan oleh manusia untuk mengatasi masalah dan melaksanakan tugas dengan cara sistematis dan ilmiahDari beberapa pendapat diatas bisa diambil kesimpulan bahwa yang dikehendaki dari teknologi adalah sesuatu yang diterapkan oleh manusia untuk mengatasi masalah secara sistematis dan ilmiah, serta sesuatu yang bukan hanya fokus pada produk saja namun juga cara berpikirnya

 b.           Pendidikan

Definis kata pendidikan, dapat diuraikan dari terminology kata pen-didik-an. Asal kata didik adalah dari kata kerja mendidik berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Asal kerja didikan (kamus besar bahasa Indonesia:2002) yang berarti (1) hasil mendidik, (2) yang dididik, (3) cara mendidik.

Pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan; proses perbuatan dan cara mendidik Pendidikan adalah pembentukan manusia suatu proses pembentukan manusia agar dapat menjalankan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisen. Pada posisi tertentu pendidikan berbeda dengan pengajaran. Pengajaran sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, sedang pendidikan merupakan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek potensi yang menyertainya. Dari pengertian pendidikan tersebut ada kata kunci yang menjadi objek pembicaraan yaitu manusia. Hal ini berkaitan dengan pertanyaan siapa yang harus dididik. Manusia yang menjadi sentral pembahasan dalam pendidikan, ia dibentuk agar menjadi dewasa dan dapat memaksimalkan potensi (kemampuan) dasar yang dimilikinya sejak ia lahir kedunia. Secara psikis (kejiawaan) setiap manusia yang lahir ke dunia (keadaan normal red) ia mempunya potensi dasar asasi yang dibawanya yaitu: 

1)         Potensi pengindraan, berupa penglihatan (mata), pendengaran (telinga), penciuman (hidung), pengecapan (lidah), dan perabaan (kulit)

2)         Potensi pikiran (otak).

                 3)         Potensi karsa (kemauan/keinginan),

                4)         Potensi cipta (gagasan/konsep)

                5)         Petensi karya (berbuat/bekerja) dan

                6)         Potensi budi nurani atau hati nurani (perasaan/emosi)

          Dua petensi besar manusia yaitu fisik dan psikis dibangun dan dikembangkan secara simultan, terkait satu sama lain yang menjadi satu kesatuan utuh. Manusia mampu dikenal orang lain sebagai manusia, manakala dia mempunyai keunggulan kemampuan pilar pisik dan psikis cukup baik dan normal. Perangkat potensi di atas masing-masing manusia pada prinsipnya hampir sama, yang membedakan adalah genetis dari orangtuanya. Semua anak manusia terlahir dalam keadaan tidak berdaya (tidak punya kemampuan apa-apa) baik secara fisik dan psikis, kalau menurut pandangan agama anak terlahir dalam keadaan fitrah (suci bersih) dan dhaif (lemah). Apa dapat berkembang, maka potensi dasar itu harus dibangun, dibentuk, diajari, dilatih, dididik, ditunjukkan, diarahkan, dan dibimbing oleh orang-orang dewasa yang ada disekitarnyaSedangkan definisi teknologi pendidikan, ada beberapa pendapat:

a)    Prof Sutomo dan Drs. Sugito, M.Pd, teknologi pendidikan adalah proses yang kompleks dan terpadu untuk menganalisi serta memecahkan masalah belajar atau pendidikan manusia.

b)    Mackenzie, dkk. Teknologi pendidikan yaitu suatu usaha mengembangkan alat untuk mencapai atau menemukan solusi permasalahan. Jadi tidak perlu menyiratkan penggunaan mesin, akan tetapi lebih banyak penggunaan unsur berpikir dan menggunakan pengetahuan ilmiah. 

Dengan demikian definisi teknologi pendidikan adalah proses yang rumit dan terpadu, melibatkan orang, prosedur, gagasan, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis dan mengolah masalah, kemudian menggunakan, mengevaluasi, dan mengelola seluruh upaya pemecahan masalahnya yang termasuk dalam seluruh aspek belajar (manusia)

Jadi teknologi pendidikan adalah segala usaha untuk memecahkan masalah pendidikan. Lebih detail dapat diuraikan bahwa: 

1)     Teknologi pendidikan lebih dari perangkat keras. Ia terdiri dari desain dan lingkungan yang melibatkan pelajar

2)     Teknologi dapat juga terdiri dari segala teknik atau metode yang dapat dipercaya untuk melibatkan pelajaran; strategi belajar kognitif dan keterampilan berpikir kritis

3)     Belajar teknologi bisa dilingkungan manapun yang melibatkan siswa belajar secara aktif, konstruktif, autentik dan kooperatif serta bertujuan.

Teknologi pendidikan bukanlah seledar mesin dan orang. Teknologi pendidikan merupakan perpaduan yang kompleks dari organisasi manusia dan mesin, ide, prosedur dan pengelolaan sistem pendidikan. Teknologi pendidikan memperluas bidang-bidang pengembangan teoritik, riset dan implementasinya dalam bidang pendidikan. Jika diterapkan dalam dunia pendidikan, teknologi merupakan proses yang kompleks lagi terpadu untuk menganalisis masalah mencari jalan pemecahannya, mengimplemtasikan, mengelola dan mengontrol serta mengevaluasi pemecahan masalah terhadap masalah masalah pendidikan. Dengan demikian teknologi pendidikan memiliki peran yang signifikan dalam dunia pendidikan baik dari segi pelaksanaan dan pengembangannya.

Secara umum, mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja atau upaya) baik berupa barang maupun jasa, baik yang tangible maupun yang intangible. Mutu adalah sebuah hal yang berhubungan dengan gairah dan harga diri. Mutu terkadang dianggap sebagai sebuah konsep yang penuh teka- teki, dianggap hal yang membingungkan dan sulit untuk diukur. Mutu terkadang juga menimbulkan perbedaan dan pertentangan antara pendapat yang satu dan pendapat yang lain sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda dari para pakar. Mutu memiliki pengertian yang beragam dan memiliki implikasi yang berbeda jika diterapkan pada sesuatu tergantung pada barang apa yang dihasilkan, dipakai dan anggapan orang.  Dari paparan teknologi dan mutu pendidikan pada pembahasan sebelumnya, bahwa adanya relevansi atau keterkaitan antara teknologi pendidikan dengan mutu pendidikan, karena mutu pendidikan berkenaan dengan segala yang menjadi tercapainya pendidikan bermutu baik dari segi prestasi siswa, kualitas mengajar, maupun kinerja sekolah bisa tercapai dengan baik melalui pendekatan teknologi pendidikan. Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa teknologi pendidikan adalah proses yang rumit dan terpadu, melibatkan orang, prosedur, gagasan, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis dan mengolah masalah, kemudian menggunakan, mengevaluasi, dan mengelola seluruh upaya pemecahan masalahnya yang termasuk dalam seluruh aspek belajar (manusia) Dilihat definisi tersebut menunjukkan bahwa permasalahan yang titik tekannya berkenaan dalam pelaksanaan pendidikan termasuk didalamnya masalah belajar mengajar, maka teknologi pendididikan merupakan upaya yang tepat, karena melibatkan orang-orang yang memiliki peran penting di permasalahan pendidikan tersebut, kemudian diatur dengan prosedur yang ada dan tahap selanjutnya diorganisasi untuk dianalisis dan dicarikan solusi pemecahannya. Menurut Ely (1979), pada umumnya teknologi pendidikan dianggap mempunyai potensi untuk  Meningkatkan produktivitas pendidikan dengan jalan:

 a.               Mempercepat tahap belajar (rate of learning)

b.               Membantu guru untuk menggunakan waktunya secara lebih baik

c.            Mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga guru dapat lebih banyak membina dan mengembangkan belajar anak

 2.   Memberikan kemungkinan pendidikan yang lebih individual dengan jalan:

a.      Mengurangi control guru yang kaku dan tradisional

 b.     Memberikan kesempataan anak berkembang sesuai dengan kemampuan

 3.   Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pengajaran, dengan jalan:

a.           Perencanaan program pengajaran yang lebih sistematis 

b.           Pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi penelitian tentang perilaku 

4.   Lebih memantapkan pengajaran, dengan jalan:

 a.                    Meningkatkan kapabilitas manusia dengan berbagai media komunikasi

b.                 Penyajian informasi dan data secara lebih kongkret

5.   Memungkinkan belajar secara seketika (immediacy of learning) karena dapat:

a.                    Mengurangi jurang pemisah antara pelajaran did alam dan diluar sekolah 

b. Memberikan pengetahuan langsung

 Dari uraian diatas dapat disimpulkan, teknologi pendidikan merupakan perpaduan yang kompleks dari organisasi manusia dan mesin, ide, prosedur dan pengelolaan sistem pendidikan. Secara umum, mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja atau upaya) baik berupa barang maupun jasa, baik yang tangible maupun yang intangible. Sedangkan dalam perspektif pendidikan, mutu dapat dilihat dari sisi prestasi siswa, proses pembelajaran, kemampuan lulusan dalam mengembangkan potensinya dimasyarakat, serta dalam hal memecahkan masalah dan berpikir kritis

 Adanya relevansi atau keterkaitan antara teknologi pendidikan dengan mutu pendidikan, karena mutu pendidikan berkenaan dengan segala yang menjadi tercapainya pendidikan bermutu baik dari segi prestasi siswa, kualitas mengajar, maupun kinerja sekolah bisa tercapai dengan baik melalui pendekatan teknologi pendidikan. Karena dengan teknolgi pendidikan melibatkan orang-orang yang memiliki peran penting di permasalahan pendidikan, kemudian diatur dengan prosedur yang ada dan tahap selanjutnya diorganiasi untuk dianalisis dan dicarikan solusi pemecahannya.

 

DAFTAR RUJUKAN

 

Hadis, Abdul dan Nurhayati B. 2010. Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

 

Maswan dan Khoirul Muslimin. 2017. Teknologi pendidikan: penerapan pembelajaran yang sistematis. Yogyakarta: Pustaka pelajar

 

Nasution. 2015.Teknologi Pendidikan. Cet 8. Jakarta: Bumi Aksara.

 

Nur Zazin. 2011. Gerakan menata mutu pendidikan teori dan aplikasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

 

Zamroni. 2011. DInamika Peningkatan Mutu cet 1. Yogyakarta: Gavin Kalam Utama.

Rabu, 25 Januari 2017

KURIKULUM 2013



KURIKULUM 2013 “OPTIMIS BISA”
Sejak digulirkannya kurikulum 2013 dengan tema pembelajaran tematik integratif banyak pro dan kontra yang muncul. Kelompok pro menyatakan bahwa kurikulum 2013 merupakan model ideal untuk menyiapkan generasi emas indonesia tahun 2045 yang bertepatan dengan ulang tahun ke 100 kemerdekaan indonesia, karena model kurikulum ini mengusung pembelajaran tematik integratif yaitu mengkaitkan setiap mata pelajaran dengan tema tertentu, sehingga akan terbentuk pembelajaran penuh nilai ( meaning full education ), dengan paradigma student center learning.
Setidaknya ada dua hal yang pemerintah targetkan dalam K13 yaitu : pengintegrasian antar mata pelajaran, dan penerapan pendekatan saintifik. Pertama Pemerintah menghendaki model pembelajaran terintegrasi antar mata pelajaran atau model jaring laba-laba (spider webbed), yang mengkaitkan berbagai mata pelajaran mulai dari MTK,IPA,IPS,PKn dengan tema tertentu.  Karena selama ini pembelajaran bersifat parsial, terpisah satu dengan yang lain, kurang menyatu sehingga antar mata pelajaran tidak saling menyapa, lebih ironis lagi pembelajaran seakan anti realitas, sehingga out put yang dihasilkan hanya menambah jumlah pengangguran atau jika bekerja pun mereka bekerja bukan pada bidang yang sesuai dengan keahliannya ( mismatch ). Kurikulum 2013 dengan tematik integratif membawa misi penyatuan berbagai mata pelajaran ke dalam tema yang telah ditentukan, sehingga peserta didik tanpa sadar telah menguasai berbagai pelajaran, sehingga menjadi pembelajaran yang aplikatif dan penuh nilai. Kedua : pendekatan saintifik yaitu mengarahkan peserta didik agar banyak memahami, mencari, meniliti dan mengaplikasikannya, maka pembelajaran akan membentuk peserta didik menjadi aktif, kreatif, kritis dan inovatif.
Sasaran penerapan pendidikan dasar adalah pendidikan dasar ( kelas satu hingga kelas tiga), menurut Jean Piaget pada usia ini  ( 7-10 ) seorang anak berada pada taraf berfikir operasional kongkret yaitu taraf dimana seorang anak akan berfikir secara kongkret dan mengkaitkan antara apa yang mereka pahami dengan realitas yang terjadi dalam kehidupan. Menurut Desmita (2006) pada taraf operasional kongkret seorang anak akan berubah pola berfikir yang semula bersifat imajinatif dan egosentris berubah kearah pola berfikir kongkret, rasional, dan objektif. Selain itu pola berfikir anak bersifat holistik yang memandang segala sesuatu secara global, dan saling terkait. Maka sangat jelas menurut golongan yang pro penerapan K13 sangat mendesak untuk direalisasikan, mengingat pembelajaran yang selama ini berlangsung hanya menekankan aspek kognitif berupa hafalan, tanpa mengkaitkan dengan realita kehidupan sehingga kering nilai.
Adapun yang kontra menyakini dan telah merasakan bahwa proses pembelajaran dalam kurikulum 2013 belum siap untuk dilaksanakan, karena mepetnya persiapan menyebabkan berbagai kendala mulai muncul saat ini, mulai dari ketersediaan buku panduan, hingga ribetnya model penilaian yang digunakan yaitu penilaian autentik. Penilaian autentik yang menggunakan pendekatan saintifik diyakini akan sulit diterapkan oleh guru karena berbagai sebab, diantaranya kurangnya sosialisasi model penilaian tersebut. Dalam penilaian autentik seorang guru harus membuat laporan bagi setiap peserta didik, tidak hanya ketika akhir semester, namun selama proses pembelajaran. Dapat dibayangkan bahwa pekerjaan berat sebagai guru telah menumpuk dengan proses penilaian tersebut. Ada kekwatiran bahwa energi guru akan habis dalam proses penilaian saja, tentu ini sangat tidak efektif. Oleh sebab itu sebagian kelompok masyarakat semakin yakin bahwa kurikulum 2013 akan sulit direalisasikan dalam waktu dekat ini.
Selain pro dan kontra tersebut diatas, ada problem lain yaitu terkait dengan mata pelajaran agama di madrasah. karena hingga saat ini di tingkat pendidikan dasar terutama di Madrasah  mata pelajaran agama ( SKI, QH, AQ, Fiqih ) masih terpisah dengan mata pelajaran yang lain. Mata pelajaran agama belum bisa terintegrasi dengan mata pelajaran yang lain. Jika hal ini tidak segera dicarikan solusi tentu menjadi masalah yang berkepanjangan, dan menjadi sebab gagalnya implementasi kurikulum 2013.
Terlepas dari pro dan kontra kita layak memberikan apresiasi positif atas agenda pemerintah dalam kurikulum 2013, dan kita harus optimis untuk terealisasinya generasi emas di ulang tahun ke-100 bangsa kita ini. Kurikulum 2013 optimis bisa.

Sabtu, 21 Januari 2017

REMAJA DAN PROBLEMATIKANYA



PROBLEMATIKA REMAJA
Masa muda masa yang berapi-api
Yang mau nya menang sendiri
Walau salah tak peduli..
Wo ho ho..... masa muda....
Penggalan syair lagu diatas memberikan gambaran remaja, dengan jiwa yang penuh gejolak untuk melakukan apapun tanpa berfikir panjang. Kita bisa lihat aksi kekerasan seperti tawuran, tindak kriminal serta kemerosotan moral yang dilakukan remaja banyak memenuhi pemberitaan di media massa saat ini, baik cetak maupun elektronik. Bahkan selama tahun 2013 ini, kekerasan dan tindak kriminal para remaja terus meningkat dan semakin brutal, tercatat mulai tanggal 21 Februari siswa SMA tawuran di Jakarta Pusat, di susul pada 18 April setelah UN pelajar SMA saling tawuran lalu membajak bus di Grogol di Jakarta Barat, lalu di Jakarta Utara para pelajar berkonvoi dengan membawa senjata tajam, lalu pada tanggal 29 Juli dan 30 Juli terjadi pelecehan dan tawuran di Jakarta Selatan, tanggal 8 September seorang remaja hilang kendali ketika mengendarai mobil hingga menewaskan 6 orang, pada tanggal 27 September dunia pendidikan kembali dihebohkan dengan rekaman tindakan asusila dua murid SMP diruang kelas, dan yang terakhir pada 4 Oktober seorang remaja menyiramkan air keras kepada penumpang dan awak bus jurusan kampung Melayu-Grogol yang menyebabkan 18 orang mengalami luka bakar (Kompas : 23 Desember 2013). Yang terbaru ada kasus pengeroyokan hingga mengakibatkan kematian seorang remaja putri, yang dilatarbelakangi rasa cemburu.
Peristiwa-peristiwa diatas merupakan sinyal bahaya dunia pendidikan dalam mewujudkan tujuan utama pendidikan yang tertuang dalam UU no 20 tahun 2003 yaitu untuk mewujudkan peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya agar  memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. ( UU Sisdiknas:2003). Tujuan utama pendidikan adalah menyiapkan peserta didik yang aktif dalam pengembangan diri, serta mempunyai kecerdasan, ketrampilan dan akhlak mulia, hal ini sangat kontras dengan apa yang terjadi dalam realita saat ini. Peserta didik terutama remaja tidak mampu mengembangkan diri bahkan tidak mempunyai bekal akhlak yang memadai. Hal Ini tentu sangat menyedihkan karena masa depan bangsa berada di pundak mereka.
Para tokoh yang telah banyak membahas tentang penyebab munculnya problematika serta penyimpangan yang dilakukan remaja, mulai dari ekonomi, hingga faktor agama. Namun hingga saat ini belum menunjukan hasil yang signifikan. Oleh karena itu dibutuhkan kerja sama seluruh stake houlder untuk mewujudkan peserta didik yang mempunyai kemampuan untuk mengontrol diri.
Yang sering kali mendapat sorotan dari kemerosotan moral remaja saat ini adalah  pendidikan agama, hal ini mengingat bahwa pendidikan agama memang mengarahkan peserta didik untuk bertingkah laku sesuai dengan ajaran agama yaitu tidak boleh merugikan orang lain. Oleh karena itu pendidikan agama mempunyai tugas berat untuk menanamkan keyakinan beragama pada remaja sebagai pegangan sekaligus mengarahkan tingkah laku mereka agar lebih baik, sesuai dengan norma-norma dalam masyarakat. Pernyataan ini sesuai dengan apa yang dikatakan Ahmad Haris bahwa para remaja saat ini terjangkit penyakit kemerosotan moral ( dekadensi moral ) yang disebabkan jauhnya mereka dengan ajaran-ajaran agama (Ahmad Haris: 1987). Sehingga para remaja saat ini mudah diombang-ambingkan dalam kehidupan mereka, lalu mereka pun terbiasa dengan kekerasan, maupun tindak kriminal.
Lebih lanjut Ahmad Haris mengatakan, jika dilihat dari sudut kejiwaan ( Psikologi ), permasalahan-permasalahan seperti tersebut diatas disebabkan karena tidak adanya ketentraman jiwa pada diri remaja, yang disebabkan oleh rasa kecewa, cemas, atau ketidakpuasan  mereka terhadap kehidupan, aturan, atau pun norma tertentu sehingga mereka melakukan penyimpangan-penyimpangan sebagai suatu pelarian dari ketidaktentraman jiwa mereka. Dan ketentraman jiwa bisa terbentuk dari pemahaman terhadap agama.
Namun pernyataan diatas belum sepenuhnya benar, karena bagaimana pun juga tidak adil rasanya jika hanya pendidikan agama yang mendapatkan beban berat ketika terdapat hasil negatif dari proses pendidikan, sedangkan ketika terdapat peserta didik yang berprestasi misalnya dalam sains atau pun sastra, pendidikan agama tidak pernah diperhatikan, seakan agama tidak memberikan andil dalam pendidikan seni, sains dll. Maka harus ada  kerja sama dari semua pihak, dalam memberikan bekal kepada remaja. Seluruh stake houlder dalam hal ini mempunyai tanggung jawab yang sama. Oleh karena itu harus dirancang sebuah pembelajaran yang terinterkoneksi antar satu pelajaran dengan pembelajaran yang lain, antara agama dan biologi, antara pengetahuan sosial dengan agama dan lain seterusnya.
Remaja adalah suatu masa dimana seorang manusia berada pada masa perkembangan yang disebut masa “adolesensi.”( Melly Sri Sulastri: 1984). Kata adolescence atau lebih banyak kita kenal di indonesia dengan sebutan remaja merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin (andolescere) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Pada saat ini kata itu mempunyai makna yang luas yaitu mencangkup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Dari sudut perkembangan fisik remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik ketika alat-alat kelamin khususnya dan keadaan tubuh pada umumnya memperoleh bentuknya yang sempurna.( Sarlito Wirawan Sarwono: 1989). Adanya perkembangan fisik dan psikis sering tidak berjalan seimbang, sehingga perkembangan psikis pada diri remaja sering menimbulkan kebingungan pada diri mereka, karena munculnya gejolak emosi dan tekanan jiwa sehingga mereka mudah menyimpang dari aturan dan norma-norma sosial yang berlaku di kalangan masyarakat (Zulkifli : 2005). Oleh karena itu periode ini disebut oleh sebagian ahli psikologi sebagai periode badai dan tekanan ( strum and drang ). 
Pada saat memasuki masa remaja seseorang pun mengalami perkembangan pola berfikir atau intelegensi dari menerima secara total pengetahuan yang didapat kepada tingkatan menerima dan membanding-bandingkan atas apa yang mereka pahami.
Menurut Fowler usia remaja yaitu pada kisaran umur 12-20 tahun memasuki tahap berfikir sintetis-konvensional yang menyebabkan mereka berusaha untuk membentuk diri mereka sesuai dengan apa yang dikehendaki lingkungan mereka, keyakinan yang mereka miliki akan semakin kuat dan mendalam jika mereka dijauhkan dari dorongan-dorongan kritis dalam berfikir, dan terlalu mendalam atas hal-hal yang abstrak. Disinilah peran keluarga sangat besar dalam memberikan pondasi berfikir kepada anak, sehingga pada tahap ini seorang anak akan mampu menggunakan pola berfikir yang tepat dalam mengatasi permasalahan, namun juga sebaliknya jika sang anak hidup dalam keluarga yang lemah dalam keyakinan beragama maka sang anak akan dengan mudah kehilangan pegangan dalam keyakinan mereka.( James W.Fowler: 1995 ).
Dapat dibayangkan apa yang sebenarnya dihadapi oleh para remaja, mulai dari belum stabilnya emosi dan jiwa, adanya dorongan-dorongan seksualitas hingga perubahan pola berfikir, menjadikan remaja sering terombang-ambing tanpa pegangan hidup yang kuat. Dan bahaya yang mengancam selanjutnya adalah adanya pihak-pihak yang memanfaatkan para remaja untuk kepentingan-kepentingan tertentu, akibatnya remaja sering terjerumus dalam tindak kriminal yang merusak masa depan mereka, serta masa depan bangsa.

Ada beberapa hal yang bisa ditawarkan untuk mengatasi berbagai problematikan masa remaja pertama menanamkan ajaran agama bagi para remaja dalam pendidikan, yang bisa dilakukan dikeluarga, sekolah maupun masyarakat, sehingga dapat mereka gunakan sebagai pondasi dan kontrol dalam menjalani kehidupan serta bekal masa depan mereka.
Kedua orang tua harus memperbanyak waktu untuk mendengarkan keluh kesah anak yang sedang memasuki masa remaja. Karena selama ini orang tua cenderung sibuk dengan pekerjaan sehingga kurang memperhatikan perkembangan anak mereka, akibatnya mereka sering menyesal ketika sudah terjadi sesuatu yang menimpa anak mereka. Begitu pula guru di sekolah. Para guru harus mengetahui bahwa peserta didik usia remaja sedang mengalami perkembangan pola berfikir sehingga seringkali mereka sangat kritis dalam proses pembelajaran dengan pertanyaan yang “nyeleneh”. Sebenarnya hal itu merupakan hal yang wajar, dan sebagai guru tidak perlu merasa benar sendiri, guru harus mampu mengarahkan hal tersebut dengan baik, agar remaja merasa bahwa mereka dihargai dan dimengerti.
Ketiga  mengontrol pertemanan. Ini merupakan hal penting yang harus dilakukan orang tua, mengontrol bukan berarti mengekang, yang perlu dilakukan orang tua adalah mengontrol dan mengarahkan anak mereka agar tidak terjerumus kepada pertemanan yang salah. Ingat bahwa remaja sedang mengalami ketidakstabilan emosi, jiwa serta pola berfikir, hal ini menyebabkan mereka akan mencari tempat yang bisa menerima mereka apa adanya, yang sanggup mengerti apa yang mereka inginkan. Oleh karena itu banyak remaja yang lebih memilih dianggap anak durhaka kepada orang tua dari pada dianggap penghianat bagi teman-teman mereka. Hal ini yang harus diantisipasi para orang tua. Karena ketika remaja telah salah dalam memilih pertemanan maka masa depan mereka jelas berakhir dipenjara, dan orang tua hanya bisa menyesali hal itu.