Jumat, 20 Januari 2017

PENDIDIKAN AKHLAK PADA REMAJA



REVITALISASI PENDIDIKAN AKHLAK PADA REMAJA
Makin merebaknya tindak kriminal remaja atau yang lebih dikenal dengan istilah khilthih menjadi salah satu indikasi ada missing link dalam proses pendidikan saat ini. Diterangkan dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang SisdikNas bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam UU tersebut jelas bahwa proses pendidikan di Indonesia tidak hanya menekankan aspek kognitif (kecerdasan) namun juga aspek afektif (pengendalian diri, kepribadian serta akhlak mulia) dan kemampuan psikomotorik (keterampilan). Aspek afektif disebut 3 kali (pengendalian diri, kepribadian serta akhlak mulia), merupakan indikasi bahwa pemerintah sadar aspek afektif memang sangat penting untuk diwujudkan dalam pendidikan. Bahkan Nabi Muhammad SAW di utus ke dunia ini tidak lain kecuali untuk menyempurnakan akhlak manusia. (inamal buisttu li utamimal makarimal akhlak). Oleh karena itulah sebagian ulama’ mengatakan bahwa mereka lebih membutuhkan adab jika dibandingkan dengan ilmu pengetahuan secara umum (nahnu ila qoliili minal adab ahwaju minaa ila katsiri minal ilmi).
Remaja
Dalam ilmu psikologi remaja adalah fase dimana seseorang mengalami perkembangan fisik yang mendekati sempurna, semua organ dan hormon telah berkembang layaknya orang dewasa. Dengan kondisi fisik seperti ini mereka merasa sudah seperti orang dewasa. Mereka ingin dihargai, mereka merasa mampu melakukan apa yang orang dewasa lakukan. Namun karena kondisi psikis/jiwa mereka yang masih labil mereka sering ceroboh dalam melakukan sesuatu, sehingga sering terburu-buru dalam mengambil sebuah tindakan. Selain ingin dihargai remaja juga mendambakan kondisi yang ideal dan sempurna. Maka jika keberadaan mereka tidak dihargai atau ada kontradiksi antara idealisme yang mereka harapkan dengan realita yang terjadi mereka pun akan melakukan segala cara untuk merubah hal tersebut agar sesuai angan-angan mereka. Mereka mulai mencari dan bergabung dengan kelompok yang bisa menghargai mereka dan dapat mereka ajak untuk mewujudkan idealisme bersama. Jika pengarahan dan pengawasan keluarga, sekolah dan masyarakat lemah mereka pun akan melakukan penyimpangan, melanggar norma, moral bahkan hukum, seperti prostitusi dan tindak kriminal lain seperti kekerasan hingga pembunuhan. Dalam sejarah bangsa remaja di Indonesia adalah aktor penting terwujudnya kemerdekaan bangsa, mereka berkontribusi nyata terhadap persatuan dan kesatuan bangsa ini, misalnya peristiwa sumpah pemuda, peristiwa Rengas Dengklok dan masih banyak yang lain. Namun seiring perkembangannya para remaja seolah terbawa derasnya arus teknologi dan gaya hidup modern yang cenderung dehumanis, hedonis, materialistis dan anti sosial.
Tri Pusat Pendidikan
Imam al-Ghozali mengatakan bahwa akhlak adalah : keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tanpa membutuhkan pemikiran, atau secara spontan. Akhlak terbentuk dari pembiasan yang diulang terus menerus dalam kehidupan sehari-hari, hingga seseorang melakukan sesuatu secara reflek. Maka orang berakhlak baik dapat dilihat dari kesehariannya, begitu pula sebaliknya. Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti merupakan pendidikan yang diperlukan untuk mengangkat martabat bangsa. Untuk mewujudkannya lebih lanjut Ki Hadjar menerangkan pentingnya kerjasama dari tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga pilar ini harus memberikan bimbingan, pengarahan serta pengawasan terhadap perkembangan setiap anak hingga mereka dewasa. Keluarga sebagai tempat pertama bagi anak dalam membangun karakter harus memberikan kasih sayang, perhatian serta membangun komunikasi yang aktif-dialogis antar anggota keluarga, dan memilihkan sekolah yang cocok, lalu sekolah melanjutkannya dengan memberikan pengarahan, bimbingan, penambahan pengetahuan sekaligus mempraktekkannya dalam skala mikro melalui pembelajaran di ruang dan lingkungan sekolah. Dan masyarakat harus menjadi tempat yang positif bagi anak untuk mengimplementasikan pengetahuan mereka dalam skala makro, misalnya dengan mengaktifkan kembali kegiatan remaja masjid, atau karang taruna sehingga remaja bisa mengimplementasikan energi, pengetahuan dan idealisme yang mereka miliki dalam ruang yang positif, sehingga terbentuklah akhlak mulia pada diri mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar